Minggu, 31 Januari 2010

PENGHIANATAN TERHADAP TUJUAN PENDIDIKAN YANG TELAH TERTULISKAN DALAM UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TAHUN 2003

Di era modernisasi ini, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang dengan sangat cepat, tentu memberikan manfaat akan kelangsungan hajat hidup manusia dimuka bumi ini. Saat ini segala sesuatu yang berkaitan dengan kelangsungan hidup manusia takkan terlepaskan oleh kecanggihan teknologi, yang memberikan kemudahan dan efektifitas terhadap segala sesuatunya. Ini menjadikan manusia merasa terbantu dan karena segala keuntungannya, manusia saat ini malah mempunyai rasa ketergantungan yang besar terhadap teknologi.
Karena manusia pada umumnya saat ini sangat tergantung dengan adanya teknologi yang memberikan beberapa manfaat untuk kelangsungan hidupnya. Sekarang masyarakat beranggapan bahwa teknologi adalah no 1 bagi kelangsungan hidupnya. Sehingga manusia saat ini beranggapan bahwa hanya orang yang menguasai atau ahli dalam teknologi (juga sains) lah yang disebut seorang yang pintar (khususnya di Indonesia).
Cara berpandangan seperti itu pula yang saya rasakan sekarang didalam masyarakat bahkan didalam kehidupan dunia pendidikan kita. Seperti contoh didalam dunia SMA, hanya murid-murid yang masuk jurusan IPA / Sains lah yang dianggap pintar / hebat oleh sebagian banyak siswa atau masyarakat dari berbagai kalangan. Sains dianggap sebagai suatu mata pelajaran yang paling penting. Begitupun di dalam dunia SMK yang menganggap bahwa pelajaran dan pelatihan didalam jurusannya adalah yang paling penting. Instansi pemerintahan pun bersikap demikian, seperti contoh dengan adanya UN (Ujian Nasional) yang menitikberatkan pada hasil secara kognitif, maka jauhlah tujuan pendidikan yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang yang telah mereka Buat, karena di dalam Undang-Undang Pendidikan tahun 2003 tujuan dari pada pendidikan adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3).
Dilihat dari tulisan diatas, menurut saya ada beberapa titik permasalahan yang sampai saat ini masih belum disadari oleh sebagian banyak masyarakat khususnya di Indonesia. Yaitu adanya suatu paradigma yang menganggap pendidikan Sains atau Teknologi lebih penting daripada pendidikan nilai dan moral. Memang ada mata pelajaran nilai dan moral yang wajib diajarkan dalam seluruh tingkatan satuan pendidikan, seperti mata pelajaran PKn dan pendidikan Agama. Tetapi walaupun keberadaan nya diwajibkan ada didalam tiap-tiap tingkatan satuan pendidikan, tetap saja keberadaannya sangat memperihatinkan, mungkin secara kasarnya mata pelajaran itu kurang di anggap, atau mendapat perhatian khusus. Mungkin karena mata pelajaran tersebut tidak masuk kedalam daftar mata pelajaran yang akan di UN kan, atau memang pemerintah sudah tidak melihat peduli terhadap nilai dan moral para peserta didik lagi. Seperti contohnya dari pembukaan seleksi CPNS Guru untuk tenaga pengajar mata pelajaran PKn dan Agama adalah jauh lebih sedikit daripada lowongan untuk mata pelajaran Sains, Teknologi, atau bahasa.
Ditengah era Globalisasi ini, tentu sangat berbahaya sekali apabila manusianya tidak mempunyai moral dan semangat nasionalisme yang baik. Untuk itulah pemerintah seharusnya memberikan tempat yang benar-benar layak pula untuk para pendidik moral dan karakter bangsa ini. Seperti meningkatkan mutu dan kualitas para Guru Agama dan PKn, dan membuka jalan kesejahteraan bagi Guru PKn dan Agama tersebut, yaitu dengan membuka lowongan CPNS yang banyak, minimal seimbang dengan mata pelajaran yang lain.


Nama : Sangga Hutama Ibnu Ridwan
Jurusan : Ilmu Sosial Politik
No Registrasi : 4115086900

Mari majukan dan benahi pendidikan di Indonesia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan pernah menyinggung SARA!!