Minggu, 31 Januari 2010

Pemikiran Agustinus mengenai Negara

Latar-Belakang Sejarah Romawi
Pada mulanya, negara Romawi adalah sebuah negara kecil yang terletak di daerah Italia sekarang dengan Roma sebagai ibu kotanya. Catatan-catatan Arkeologis menunjukkan bahwa kota Roma mulai terbentuk sekitar 600 – 575 SM. Pada mulanya bentuk negara Romawi adalah Monarki, dan raja yang pertama adalah Romulus. Raja pertama itulah yang membangun kerajaan Romawi. Setelah ia wafat, tahta kerajaannya beralih kepada keturunannya. Kemudian sampai kepada keturunannya yang bernama Tarquinius Superbus turun tahta, bentuk negara romawi berubah menjadi Republik. Republik Romawi berdiri sejak tahun 509 – 31 SM. Negara dipimpin oleh dua orang konsul yang dipilih oleh rakyat untuk masa bakti dua tahun. Selain itu suatu majlis permusyawaratan juga di bentuk. Anggota-anggota majlis permusyawaratan rakyat terdiri dari golongan-golongan partisius (golongan bangsawan) dan golongan Plebeius (golongan rakyat jelata). Dari golongan plebeius dipilih seorang tribun yang memiliki hak veto demi melindungi segala kepentingan golongan plebeius. Kepemimpinan negara di dominasi oleh golongan partisius.
Republik Romawi tumbul begitu pesat menjadi sebuah negara adikuasa lewat rangkaian peperangan yang terus menerus selama kurang lebih lima ratus tahun. Ekspansi teritorial yang begitu cepat ternyata membawa akibat yang luas bagi kehidupan orang-orang romawi. Pemimpin-pemimpin militer yang sempat mereguk nikmatnya kekuasaan besar yang mereka miliki selama peperangan mulai menggunakan kekuatan militer bukan semata-mata lagi bagi pemerintahan dan keamanan atau bagi penaklukan negara-negara lain, melainkan untuk memaksakan supremasi mereka di dalam negeri sendiri. Akibatnya ialah selama masa antara penaklukan Karthago dan Yunani dengan kematian Yulius Caesar, dipenuhi oleh peristiwa-peristiwa perebutan kekuasaan dan perang saudara. Marius, Sulla Pompejus, Craccus, Caesar, Lepidus, Antonius, dan Octavianus semuanya berupaya untuk megangkat diri mereka sendiri menjadi penguasa negara romawi. Perebutan kekuasaan dan perang saudara itu baru berakhir ketika Gaius Julius Caesar Octacianus yang dianugerahkan gelar Agustus oleh senat, dan berhasil menyingkirkan saingannya pada 30 SM dan menjadi kaisar Romawi yang pertama. Dengan demikian Republik Romawi telah tamat dan berubah menjadi kekaisaran Romawi.
Kekaisaran Romawi.
Ketika Gaius Julius Caesar Octacianus, kaisar pertama di kekaisaran Romawi, lahir pada 23 September 63 SM dan wafat pada 19 Agustus 14 SM. Ia memerintah mulai dari 30 SM sampai 14 SM. Kaisar Agustus pantas disebut sebagai kaisar terbesar disepanjang sejarah kekaisaran Romawi, ia berhasil mengembangkan kota Roma menjadi kota yang besar, yang bependuduk sekitar satu juta jiwa. Setelah beliau wafat dan tahta kekaisaran berjalan hingga sampai ke tangan Kaisar Jovianus dan wafat pada 364 M, kekaisaran Romawi terbagi dua, yaitu di bagian barat dibawah kekuasaan kaisar Valentinianus I (364 – 375), dan dibagian Timur dibawah kekuasaan kaisar Valens (364 – 378).
Kekristenan Pasca Constantinus Agung
Constantinus menganugerahkan kebebasan penuh bagi gereja kristen agar dengan demikian gereja dapat dimanfaatkan untuk membina kembali kesatuan dan keutuhan negara yang sangat diperlukan itu. Tapi sejarah telah membuktikan bahwa hubungan yang terlampau akrab antara gereja dan negara bukan hanya membawa rahmat yang besar bagi gereja, tetapi seringkali mendatangkan bencana. Gereja yang telah diperalat oleh negara tidak mungkin dapat melaksanakan tugas panggilannya dengan sebaik-baiknya, uskup-uskup yang diangkat oleh kaisar akan lebih mengabdikan diri kepada kaisar, karena hanya lewat pengabdian yang demikian itu mereka akan lebih kaya, lebih berkuasa, lebih dihormati dan terpandang.
Augustinus
Agustinus lahir di Tagase (sekarang Souk – Ahras). Numidia (sekarang: Aljazair), Afrika Utara, 13 November 354 M. Ayahnya bernama Particius, seorang tuan tanah kecil, dan ibunya bernama Monica, seorang kristen yang taat.
Augustinus memperoleh pendidikan dasar di Tagaste. Ketika Agustinus berusia sebelas atau mendekati duabelas tahun, ia dikirim oleh ayahnya ke sebuah kota kecil yang bernama Madaura dan menyelesaikan sekolah dasarnya disana. Kemudian berkat hati warga Tagaste, pada 370 Agustinus berangkat ke Chartago untuk melanjutkan studi nya disana.
Iklim kehidupan di kota besar ternyata sanggup merobohkan tembok pertahanan moralitas kristen yang dimiliki Agustinus yang dibangun sejak masa kecil. Tidak lama sesudah Augustinus tiba di Chartago, ia terlibat hidup bersama dengan seorang wanita yang dua tahun kemudian melahirkan seorang putra baginya, yang diberi nama Adeodatus. Agustinus hidup bersama dengan wanita itu, selama lebih dari 14 tahun.
Di sekolah tempat ia belajar, Augustinus memiliki nama yang baik. Ia dikenal sebagai seorang yang serius, rajin, tekun dan pandai. Selain ilmu pidato (retorika) yang merupakan mata pelajaran pokok, di sekolah itu diberikan juga pelajaran filsafat. Ketika Augustinus berusia 19 tahun, ia membaca buku Hortensius karya Cicero yang berisi pujian dan pujaan terhadap filsafat. Kemudian Agustinus benar-benar jatuh cinta kepada filsafat. Karena filsafat berarti cinta akan hikmat, maka itulah ia mencari hikmat dan kebenaran.
Karena kekristenan tak sanggup memikat hatinya, maka Agustinus pun berupaya mencari jalan lain yang dapat memuaskan keinginannya. Ia mulai tertarik kepada ajaran Manicheisme. Manicheisme adalah suatu aliran gnostik yang berasal dari persia dan yang disebarluaskan oleh seorang nabi yang bernama Mani. Manicheisme mengajarkan bahwa sejak awal dari segala sesuatu ada dua kekuasaan dan penguasa yang senantiasa saling bersaing dan saling bertentangan satu sama lainnya, yaitu kuasa terang melawan kuasa kegelapan, atau kuasa yang baik melawan kuasa yang jahat. Yang paling menggembirakan hati Augustinus ialah kesanggupan Manicheisme untuk memecahkan persoalan moralitas yang dijumpainya didalam kitab suci perjanjian lama. Menurut Manichenisme sesungguhnya para tokoh perjanjian lama itu berada diantara dua kuasa yang saling berlawanan, yakni kuasa terang dan kuasa kegelapan. Apabila kuasa terang yang menang maka para tokoh perjanjian lama itu akan berbuat kebaikan, tetapi bilamana kuasa kegelapan yang menang maka tokoh-tokoh perjanjian lama itu akan berbuat yang jahat.
Manicheisme yang dianut Augustinus sesungguhnya terdiri dari dua kelas, yaitu kelas pendengar dan kelas pilihan. Keanggotaan dalam kelas pendengar terbuka bagi para simpatisan yang senang akan ajaran manicheisme dan bersedia membantu segala kebutuhan anggota kelas pilihan yang senantiasa mendoakan mereka. Para anggota kelas pilihan adalah mereka yang mempraktekan pertakaran yakni yang tak boleh meminum-minuman keras, tak boleh makan daging, tak boleh kawin, tak boleh melakukan hubungan seksual, bahkan mereka dilarang terlibat dalam usaha mencari makan. Kebutuhan mereka sehari-hari diperoleh dari anggota-anggota kelas pendengar. Augustinus tidak pernah menjadi anggota kelas pilihan karena ia tidak mau hidup bertarak. Ia hanya menjadi anggota pendengar.
De Civitate Dei
Suatu karya tulis Augustinus yang dibuat kurang lebih 15 tahun untuk menyelesaikannya. Karya itu ditulis atas permintaan sahabatnya yang bernama Marcellinus. Marcellinus adalah orang yang ditugaskan oleh kaisar untuk menyelenggarakan suatu konferensi gerejawi pada tahun 411 untuk menilai ajaran Donatisme yang hasilnya ialah sejak saat itu ajaran Donatisme dinyatakan sebagai ajaran sesat dan oleh sebab itu menjadi ajaran yang terlarang.
De Civitate Dei terdiri dari 20 buku.
Negara Sekuler dan Negara Tuhan / Allah
Agustinus mengatakan bahwa sesungguhnya ada dua macam negara, yang pertama adalah negara Allah (Civitas Dei) atau sering juga di sebutnya sebagai negara surgawi. Yang kedua adalah negara sekuler (Civitas terrena) atau juga di sebutnya negara duniawi, atau juga negara Diaboll. Menurut Agustinus kehidupan dalam negara Allah diwarnai oleh iman, ketaatan dan kasih Allah. Negara Allah menghargai segala sesuatu yang baik, seperti kejujuran, keadilan, keluhuran budi, kesetiaan, moralitas yang terpuji dan lain-lain. Negara sekuler diwarnai oleh dosa, keangkuhan dan cinta yang egois.
Jelaslah terlihat bahwa gagasan negara Allah Agustinus merupakan penjelmaan gagasan negara ideal plato. Sama dengan negara ideal plato dimana dipenuhi dengan segala kebajikan, kedamaian, dan keselarasan, sunggh sangat berbeda sebaliknya dengan negara sekular.
Menurut Augustinus kendatipun cara hidup didalam kedua negara itu amat berbeda, bahkan saling bertentangan satu sama lainnya, namun dalam praktek, kedua-duanya sangat sulit dipisahkan. Itu berarti keduanya senantiasa berada dan hadir bersama. Tetapi bagaimana mungkin dua macam negara yang saling bertentangan dapat berada dan hadir bersama?, hal itu tidak mungkin apabila kedua macam negara itu diinterpretasikan sebagai dua bentuk lembaga atau organisasi yang ada di dalam dunia ini. Oleh sebab itu tidak benar apabila yang dimaksudkan oleh Agustinus itu bahwa negara Allah ialah Gereja dan negara Sekuler adalah Organisasi negara seperti kekaisaran Romawi dll.
Sebagai seorang Filsuf dan Teolog, Augustinus tidak mempersoalkan masalah-masalah praktis organisasi negara atau organisasi gereja. Ia sebenarnya lebih tertarik mempercakapkan soal cara hidup dan prinsip-prinsip hidup. Oleh sebab itu gagasan Augustinus tentang negara Allah dan negara Sekuler tidak teracu kepada bentuk-bentuk organisasi tertentu. Augustinus mengatakan bahwa sesungguhnya kedua negara itu dibentuk dan dibangun di atas dasar dua jenis cinta. Negara surgawi dibangun diatas dasar kasih Allah, dan negara Sekuler dibangun di atas dasar cinta diri.
Dua jenis masyarakat negara
Masyarakat negara surgawi oleh Augustinus disebut juga sebagai masyarakat orang-orang suci, sedangkan masyarakat negara duniawi disebutnya sebagai masyarakat orang-orang yang tak saleh. Sesungguhnya ke dua jenis masyarakat negara itu sama-sama mendiami bumi. Keadaan itu akan berlangsung terus sampai pada hari kebangkitan dan sesudah itu barulah mereka akan dipisahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan pernah menyinggung SARA!!