Rabu, 14 April 2010

Makalah Analisis Implementasi Demokrasi di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Istilah atau konsep demokrasi tentu bukan hal asing lagi bagi kalangan pelajar, maupun masyarakat. Sebab, istilah tersebut sudah diperkenalkan sejak berada dibangku sekolah dasar sampai perguruan tinggi, ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Namun tentu saja mengetahui atau mengenal istilah demokrasi secara konseptual saja tidaklah cukup untuk memahami apa substansi atau nilai-nilai pokok dari demokrasi tersebut tanpa dibarengi dengan prinsip-prinsip atau yang menjadi pilar dari demokrasi tersebut.

Guru besar Di Universitas Sorbone, Paris, Perancis yang bernama George Burdeau (Wuryan, 2006: 83) melontarkan ungkapan unik dan menarik tentang demokrasi. Dia mengatakan bahwa “wajah demokrasi itu ada dalam mimpi manusia.” Ungkapan itu mengandung arti bahwa konsep demokrasi itu dimaknai sangat beraneka ragam tergantung konteks waktu dan tempatny, kendatipun ciri-ciri dasarnya berlaku secara universal. Kemudian menurut Alamudi (Wuryan, 2006: 83) menjelaskan bahwa demokrasi sesungguhnya adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan yang menjadi konsep mendasar dari demokrasi yang diatur dalam suatu organisasi kepemerintahan. Atau bisa juga disebut bahwa demokrasi adalah kebebasan yang dilembagakan.

Secara etimologi demokrasi berasal dari kata Yunani yaitu demos yang artinya rakyat dan kratein/kratos yang artinya pemerintahan. Demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat atau rakyatlah yang berkuasa. Pengertian demokrasi yang sederhana tersebut kemudian berkembang seiring perkembangan politik dan ilmu politik sebagaimana dikemukakan oleh Abraham Lincoln (Miriam, 2008: 105) bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi memiliki arti penting bagi masyarakat yang menggunakannya karena dalam sistem demokrasi ada jaminan bagi masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi Negara. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberikan pengertian bahwa rakyat dapat menentukan sendiri apa yang jadi kehendaknya, termasuk mempengaruhi kebijakan Negara yang menyangkut kehidupan rakyat.
Akan tetapi menurut UNESCO (Miriam, 2008: 105) “demokrasi dianggap ambigu atau mempunyai berbagai pengertian”, ada yang menganggap demokrasi hanya sebagai suatu sistem saja, lembaga saja, ide, dan lain sebagainya. Tetapi konsep demokrasi menurut Alamund (Wuryan, 2006: 84) tidak hanya demikian, setidaknya ada 11 corak dan itu semua menjadi pilar atau soko guru dari demokrasi.

Indonesia yang semenjak memproklamasikan diri sebagai negara republik Indonesia, sampai saat ini masih menggunakan demokrasi sebagai tumpuan dan cita-cita kehidupan yang tertuang dalam demokrasi pancasila. tetapi apakah kita mengetahui apakah indonesia sudah menjadi negara yang kaya akan nilai-nilai demokrasi atau belum?, tentunya harus ada indikator yang jelas untuk mengukur itu semua. Dalam makalah yang kami buat, kami ingin memberikan pengetahuan kepada para pembaca mengenai Demokrasi di Indonesia dan sejauh mana Indonesia berhasil menerapkan demokrasi di dalam tatanan kehidupan bangsa.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang menjadi Indikator keberhasilan suatu negara dalam menerapkan demokrasi?
2. Apakah demokrasi di Indonesia sudah benar-benar di tegakkan?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Indikator keberhasilan demokrasi
Dalam suatu sistem atau kehidupan demokratis, terkadang kita merasa terbebani dengan tuntutan untuk bisa hidup secara demokratis, begitupun negara. Menurut UNESCO (Miriam, 2008, 106) “hampir 80% negara di dunia ini memakai nama demokrasi dalam menjalankan roda kehidupan negaranya. Lantas apa yang menjadi indikator dari keberhasilan kehidupan demokrasi di tiap-tiap negara?, dalam latar belakang, Alamond menjelaskan bahwa ada 11 ciri dari suatu bentuk demokrasi, yang disebut soko guru demokrasi atau pilar-pilar demokrasi, dan itu adalah yang menjadi indikator bagi kita untuk menilai keberhasilan dari suatu negara dalam menjalankan demokrasinya.

Soko Guru Demokrasi atau pilarnya Demokrasi merupakan tiang-tiang untuk membangun suatu tatanan yang demokratis, dimana tiang-tiang atau soko guru demokrasi tersebut akan menopang berdirinya demokrasi. Inilah yang menjadi indikator bagi penilaian sejauh mana demokrasi berhasil ditegakkan. Tidak ada demokrasi jika tiang-tiang atau pilarnya tidak ditegakkan. Menurut Alamund (Sri Wuryan, 2006: 84-85) soko guru dari demokrasi adalah:

1. Kekuasaan Mayoritas
Demokrasi atau pemerintahan perwakilan rakyat. Rakyat yang memilih langsung wakilnya dalam pemerintahan. Karena seluruh model demokrasi memakai sistem pemilihan umum yang dalam pelaksanaannya rakyat berhak memilih langsung perwakilannya atau partai dalam pemerintahan, maka pemenang pemilihan umum dapat dikatakan sebagai kekuasaan mayoritas dalam pemerintahan karena telah dipilih oleh suara mayoritas rakyat dalam pemilihan umum. Kekuasaan mayoritas sebagai pemerintahan dan kaum minoritas sebagai pengkritik pemerintah yang dipegang atau di jalankan kaum mayoritas.
Dalam kehidupan bangsa Indonesia, bisa dikatakan bahwa kita baru saja menerapkan atau mengimplementasikan pilar demokrasi ini ke dalam sistem pemerintahan. Jika kita lihat sejarah masa lalu, dimana jarang sekali ada pemilihan umum, dan jika ada pun ada, biasanya mereka bersaing secara tidak sehat untuk mendapatkan kekuasaan itu.

2. Hak-Hak Minoritas
Jika kita berbicara mengenai hak-hak minoritas dalam sebuah sistem demokrasi, tentunya sangat banyak orang atau pihak yang merasa dirinya terasingkan atau dengan kata lain, merasa kurang mendapat perhatian yang lebih dari pihak yang mendominasi. Akan tetapi, di dalam konteks demokrasi yang hampir secara umum sudah banyak negara-negara di dunia yang menggunakannya sebagai suatu sistem pemerintahan yang menurutnya lebih stabil dalam segala aspek yang ada. Namun, pada kenyataannya secara faktual pihak atau golongan yang lebih sedikit (minoritas) hanya sedikit mengalami suatu pengakuan dan perhatian yan diperoleh dari pihak-pihak yang lebih dominan (lebih besar). Sehingga, golongan minoritas yang kalah hanya memiliki ruang gerak yang terbatas pada hal-hal yang kecil saja. Kemudian, hal tersebut mau tidak mau harus mau untuk mengikuti setiap aturan dan kesepakatan yang telah disepakati oleh golongan mayoritas. Dalam hal ini, Alamund berpendapat bahwa :
“Suatu demokrasi yang dianut dan dijalankan oleh banyak negara yang ada, merupakan suatu cara atau langkah yang diambil oleh negara untuk melindungi hak-hak yang ada. Sehingga, apabila terjadi suatu kekalahan pada salah satu pihak (minoritas), diharapkan dapat menerima dan mau mengikuti setiap aturan yang telah menjadi kesepakatan bersama”. (Wuryan, 2006: 87)

3. Kedaulatan Rakyat
Pengertian demokrasi yang sederhana berkembang seiring perkembangan politik dan ilmu politik sebagaimana dikemukakan oleh Abraham Licoln bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi memiliki arti penting bagi masyarakat yang menggunakannya karena dalam sistem demokrasi ada jaminan bagi masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi Negara. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberikan pengertian bahwa rakyat dapat menentukan sendiri apa yang jadi kehendaknya, termasuk mempengaruhi kebijakan Negara yang menyangkut kehidupan rakyat. Karena seorang presiden mendapatkan kekuasaanya dari rakyat jadi yang mempunyai kekuasaan tertinggi adalah rakyat maka dari itu rakyatlah yang berdaulat. Presiden hanya merupakan pelaksana dari apa yang telah diputuskan atau dikehemdaki oleh rakyat. Teori kedaulatan rakyat juga diikuti oleh Immanuel Kant yaitu:

“tujuan negara itu adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan daripada warga negaranya. Dalam pengertian kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas perundang-undangan, sedangkan undang-undang disini yang berhak membuat adalah rakyat itu sendiri. Maka dari itu undang-undang adalah merupakan penjelmaan daripada kemauan atau kehendak rakyat. Jadi rakyatlah yang mewakili kekuasaan tertinggi atau kedaulatannya”. (Soehino, 2005: 161)

4. Pemerintahan berdasarkan persetujuan yang diperintah
Dalam melakukan segala aktivitasya, negara diharuskan meminta persetujuan terlebih dahulu kepada yang diperintahnya, bisa juga dengan dilibatkannya yang diperintah dalam membuat suatu kebijaksanaan. Seperti contoh dalam membuat Undang-Undang, dilibatkanlah para wakil-wakilnya di legislatif. Ataupun dalam melakukan kegiatan kenegaraan, itu harus mendapatkan persetujuan dari rakyat, atau wakil-wakil rakyat. Artinya, bahwa di dalam berdemokrasi setiap suatu keputusan yang diambil oleh pemerintah, sebenarnya memang sudah menjadi suatu keharusan yang mesti diambil dan dilaksanakan. Hal ini dilakukan, bertujuan agar antara pemerintah dengan para lembaga-lembaga yang dibentuknya mengalami suatu kesesuaian yang harmonis dalam menjalankan setiap program-program yang dicanangkan.
Dengan kata lain, di dalam mengambil sebuah keputusan maupun kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus bisa saling berkesinambungan antara satu sama lain. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Finley:
“Tidak ada batas teoritis, dari kekuasaan negara, tidak ada aktivitas, tidak ada lingkungan mengenai prilaku manusia, yang tidak dapat dicampuri oleh negara secara sah, asalkan saja setiap keputusan itu diambil menurut yang semestinya, dengan alasan apapun juga yang dianggap sah oleh majelis” . (Robert: 1972: 22)
Dari maksud kutipan yang kami ambil, bahwa setiap pemerintahan yang berkuasa pasti mempengaruhi dan mencampuri setiap aspek dengan mengikutsertakan atau melibatkan setiap lembaga-lembaganya, dalam menjalankan suatu program yang nantinya akan direalisasikan di masyarakat umum.

5. Jaminan Hak Asasi Manusia
Menurut Maurice Cranston dan R. S. Downie (Carol. 1993: 195) Hak Asasi Manusia adalah hak asasi yang terbatas pada hak sipil dan politik dan tidak mencakup hak ekonomi dan kesejahteraan”. Tetapi Henry Shue dan para teoritis Inggris (Hamid 2000: 20) berpendapat bahwa “apa saja yang dibutuhkan untuk bersubstensi atau untuk mempertahankan hidup adalah hak asasi paling pokok”. Tentu apabila kita melihat dari definisi hak asasi manusia menurut para pakar diatas tersebut, ada suatu hal yang sangat kontradiktif dimana Downie mengatakan bahwa HAM itu hanya hak sipil dan politis saja, sedangkan henry shue dan teoritis Inggris mengatakan bahwa HAM itu mencakup apa saja yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan kehidupannya.

Hak asasi manusia dalam konsep demokrasi, demokrasi sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia karena rakyat sebagai manusia, rakyat juga yang berkuasa, maka dalam pelaksanaannya negara harus menjamin hak-hak asasi/dasar yang dimiliki oleh manusia. Seperti hak untuk hidup, hak memperoleh pendidikan, hak untuk berbicara, hak untuk beragama, hak untuk memperoleh pekerjaan, hak untuk terhindar dari rasa takut, dan lain-lain.
Berbicara mengenai Hak Asasi Manusia di Indonesia tentu banyak sekali pelanggaran atau kejahatan HAM yang terjadi di Indonesia. Terbukti dari semakin meningkatnya jumlah pelanggaran yang terjadi saat ini, seperti maraknya pembunuhan, korupsi, dan lain-lain. Ini mengindikasikan bahwa bangsa Indonesia kurang mengamalkan dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

6. Pembatasan pemerintahan secara konstitusionil
Konstitusi atau undang-undang dasar merupakan kristalisasi dari berbagai pemikiran politik ketika negara akan didirikan atau ketika konstitusi itu disusun. Pihak pemerintah menjalankan roda pemerintahan harus berdasarkan konstitusi yang berlaku dalam Negara tersebut. Pemerintah mempunyai batasan-batasan dalam menjalankan roda pemerintahan. Sebagaimana konstitusi Indonesia Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi Negara Indonesia mengatur batasan-batasan dalam menjalankan pemerintahan. Meskipun secara prinsip UUD 1945 menganut demokrasi namun UUD ini tidak membentuk pagar-pagar pengaman yang kuat untuk membatasi kekuasaan agar
demokrasi bisa terbangun.

7. Nilai- Nilai Toleransi, Pragmatisme, Kerja Sama, dan Mufakat
Dalam melaksanakan konsep demokrasi, manusia diharuskan memiliki nilai-nilai toleransi yang tinggi dalam mengarungi kehidupan yang beranekaragam ini, dan juga harus memiliki nilai-nilai pragmatisme atau selaras dengan kenyataan, mampu bekerjasama dengan baik, dan mencapai sesuatu dengan cara yang mufakat. Sedikit penjelasan yang diutarakan di atas, merupakan hanya sebagian kecil saja dari sekian banyak nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu, nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, serta mufakat, merupakan unsur-unsur yang paling mendasar yang harus dimasukan didalamnya.

8. Persamaan didepan Hukum
Didalam kehidupan demokrasi, atau yang sering disebut dengan negara demokratis, hukum diciptakan oleh rakyat atau perwakilan dari rakyat agar terjadi ketertiban, dan keamanan dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu hukum harus dipatuhi oleh setiap warganegara. Dalam hal ini, siapapun dia, atas keinginan rakyat agar hidupnya menjadi tertib, aman, nyaman, hukum harus menjadi sesuatu yang paling tinggi dalam masyarakat/warga negara dan tiada perbedaan dalam penegakkan hukum. Dalam kacamata indonesia saat ini, kita masih menemukan banyak sekali perbedaan pelayanan hukum dikehidupan sehari-hari. Seperti contoh “pada kasus pencurian 3 bibit kakao atau coklat yang berujung pada vonis 3 bulan penjara, sedangkan banyak para koruptor seperti Arthalita dan Aulia Pohan, yang di vonis ringan padahal dia mencuri uang rakyat bermilyar-milyar”. (okezone.com)

Di Indonesia, uang memang masih sangat vokal untuk menyuarakan keputusan ataupun sesuatu. Banyak sekali contoh yang tidak mengenakkan terkait penegakkan hukum di Indonesia. Terlebih yang sedang gencar-gencarnya dibicarakan sekarang yaitu markus yang sedang diburu oleh polisi, yang memang sangat menyengsarakan dan memalukan proses penegakkan hukum di Indonesia.

9. Proses Hukum yang Wajar
Dalam kehidupan yang demokratis, proses hukum haruslah sewajar dan menjunjung tinggi nilai-nilai manusiawi. Maksudnya dalam penyelidikan dan penyidikan sampai dengan selesai suatu perkara, si tersangka harus diperlakukan secara manusiawi, berlandaskan kepada kemanusiaan. Seperti adanya asas-asas, contoh ada asas praduga tak bersalah, dan lain-lain. Dalam proses hukum juga tidak boleh membeda-bedakan background seseorang, apakah dia tukang becak atau presiden tetapi ketika dalam proses hukum, status dia adalah seorang tersangka/terdakwa.
Banyak sekali catatan buruk negeri kita terkait dengan cara polisi memecahkan suatu kasus. Seperti contoh banyak sekali kekerasan dalam penyelidikan yang membuat si tersangka merasa tidak tahan dengan siksaan yang diberikan oleh oknum polisi tersebut. Tentu ini menjadi catatan buruk bagi bangsa Indonesia ini dalam hal penerapan proses hukum yang wajar dan demokratis, sehingga akan mencoreng martabat para penegak hukum.

10. Pemilihan yang Bebas dan Jujur
Pemilihan umum adalah salah satu tiang dalam mencapai suatu pemerintahan rakyat atau demokrasi. Apabila dalam pelaksanaannya terdapat kecurangan-kecurangan, tentu itu akan berdampak negatif terhadap jalannya demokrasi tersebut. Seperti sabotase suara, dan lain-lain. Pentingnya menjaga agar pemilihan umum itu berjalan dengan bebas dan jujur dalam artian tidak ada intervensi dari pihak partai untuk memaksa seseorang yang akan memilih, karena ketika pemilihan sudah tidak independen, maka pemilihan tersebut sudah sangat kisruh dan tidak akan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas.

11. Pluralisme Sosial, Ekonomi, dan Politik
Pluralisme berasal dari kata plural, yang artinya beragam/banyak. Dalam kehidupan demokrasi, berlandaskan pada hak asasi manusia, diwajarkan masyarakatnya sangat beranekaragam, baik itu dalam sosial budaya, ekonomi dan politik. Maka dari itu tidak boleh ada diskriminasi baik itu dalam pemerintahan, maupun dalam kehidupan bermasyarakat terhadap keberagaman tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia, nilai-nilai pluralisme ini sudah bisa dirasakan dan masyarakat pun sudah mengerti dan toleran terhadap perbedaan yang ada.
Terbukti dahulu pada zaman sukarno, dimana para etnis china dilarang hidup di bumi pertiwi ini, karena adanya PP no 23 tahun 1964 mengenai larangan etnis China yang bertempat tinggal di Indonesia (www.kapanlagi.co.id). Padahal mereka juga adalah manusia yang mempunyai hak hidup yang sama. Tetapi pada masa Gusdur, PP tersebut di cabut atau tidak diberlakukan kembali, untuk menghormati hak asasi manusia.

2.2 Penegakkan demokrasi di Indonesia
Apabila kita melihat kepada pembahasan diatas, sangat jelas bahwa Indonesia belum secara penuh mengamalkan soko guru yang diatas. Dengan banyaknya pelanggaran dan belum ditegakkannya secara penuh apa yang menjadi pilar demokrasi tersebut, maka belum pantas jika indonesia disebut sebagai negara demokratis, mungkin akan lebih pantas apabila Indonesia disebut sebagai negara yang berjuang menjadi negara yang demokratis.
Memang apabila kita lihat bahwa sampai saat ini belum ada satu negara pun yang benar-benar menerapkan demokrasi dalam kehidupannya, mereka yang kita anggap sudah demokratis pun apabila kita tinjau dan telaah kembali, ternyata hanya sedikit ataupun hanya mendekati negara yang demokratis, sungguh berat memang suatu konsep negara demokrasi itu, menginginkan suatu konsep yang benar-benar baik untuk diterapkan berarti menginginkan suatu yang harus secara benar untuk diperjuangkan.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut Almond, ada 11 pilar demokrasi yang harus ditegakkan oleh suatu negara yang memang ingin menegakkan demokrasi di negaranya. Dari ke 11 pilar demokrasi yang disebutkan diatas, apabila kita kaitkan dengan Indonesia, ternyata Indonesia hanya baru bisa sebagian saja menerapkan dan menegakkan pilar demokrasi tersebut.
Tetapi apabila kita melihat secara keseluruhan, sampai saat ini belum ada satu negara pun yang benar-benar menerapkan demokrasi dalam kehidupannya, mereka yang kita anggap sudah demokratis pun apabila kita tinjau dan telaah kembali, ternyata hanya sedikit ataupun hanya mendekati negara yang demokratis, sungguh berat memang suatu konsep negara demokrasi itu, menginginkan suatu konsep yang benar-benar baik untuk diterapkan berarti menginginkan suatu yang harus secara benar untuk diperjuangkan.

3.2 Saran
Mencapai suatu tatanan kehidupan yang demokratis tentu menjadi suatu impian bagi hampir semua negara yang ada di dunia ini. Sebagai warga negara tentu kita harus berjuang untuk mencapai keinginan bersama tersebut.
Bagi yang membaca makalah ini, diharapkan bisa untuk lebih mengerti mengenai pilar-pilar atau soko guru dari demokrasi, agar ketika kita mengetahui kerangka demokrasi, kita akan semakin memahami untuk menerapkannya.


Daftar Pustaka

Budirdjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik: Edisi Revisi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009

Coumton, Boyd R. 1993. Kemelut Demokrasi Liberal: Surat-Surat Rahasia. Jakarta: PT Pustaka LP3ES

Dahl, Robert A. Demokrasi dan Para Pengkritiknya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994

Gould, Carol C. Demokrasi Ditinjau Kembali. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1993

Hamid, Shalahuddin. 2000. Hak Asasi Manusia: Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Amissco

Hikam, Muhammad. Civil Society. Jakarta: Pustaka LP3ES, 1996

Kusuma, M Indradi dan Wahyu Effendi. Kewarganegaraan Indonesia.Jakarta: Forum Komunikasi Kesatuan Bangsa dan Gerakan Anti Diskriminasi, 2002

Lubis, Mochtar. Demokrasi Klasik dan Modern. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994

Mahfud MD, Moh. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000

Soehino. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty, 2005

Sumarsono. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005

Syuhada, Muhammad. “Nasib Ma Minah”. http://okezone.com, diakses pada hari senin tanggal 20 maret 2010

Winarno, Budi. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Jakarta: PT Buku Kita, 2008

Wuryan, Sri. 2006. Ilmu Kewarganegaraan (civic). Bandung : Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan UPI

Zulfikar. “Jasa-Jasa Gusdur bagi Demokrasi di Indonesia”. http://www.kapanlagi.co.id, diakses dari tanggal 20 maret 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan pernah menyinggung SARA!!